Jumat, 05 April 2013

PENDIDIKAN KARAKTER : PENDEKATAN DAN IMPLEMENTASI



PENDIDIKAN KARAKTER : PENDEKATAN DAN IMPLEMENTASI

Uswatun Fadliah
Uswatunfadliah@ymail.com

                        Pendidikan adalah upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan jasmani anak didik. Begitulah yang dikatakan salah satu tokoh pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara. Sedangkan Socrates menyebutkan bahwa  tujuan mendasar dari pendidikan adalah untuk membuat seseorang menjadi good and smart. Manusia yang terdidik seharusnya menjadi orang yang bijak, yaitu yang dapat menggunakan ilmunya untuk hal-hal yang baik dan dapat hidup secara bijak dalam segala aspek kehidupan. Karenanya, sebuah sistem pendidikan yang berhasil adalah yang dapat membentuk manusia-manusia berkarakter (Muslich, 2011).
                        Senada dengan para tokoh di atas, UU Sistem Pendidikan Nasional pun merumuskan apa itu pendidikan. menurut UU nomor 20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
                        Pertanyaan yang timbul adalah, sudah berhasilkah pendidikan di Indonesia? Hasil survey PERC (Political and Economic Risk Consultancy) menyebutkan bahwa dari 12 negara yang disurvey, system pendidikan di Indonesia menempati posisi terburuk di kawasan Asia. laporan UNDP (United Nations Development Program) menyatakan bahwa Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia pun tetap terpuruk. Tahun 2010 Indonesia menempati urutan 108, sedangkan tahun 2011 IPM Indonesia berada pada urutan ke 124 dari 187 negara (kompas.com, 12 April 2012).
                        Fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakatpun cukup membuat miris. Mulai dari tawuran antar pelajar dan mahasiswa, perilaku seks bebas, menurunnya tata karma, etika dan moral di kalangan siswa, hingga aksi bunuh diri merupakan fenomena yang membuat masyakarat Indonesia pantas prihatin.
                        Dikutip dalam sebuah testimoni dari berbagai sumber yang dimuat di www.balipost.com, disebutkan bahwa dunia pendidikan telah melupakan tujuan utama pendidikan, yaitu mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan secara simultan dan seimbang. Dunia pendidikan kita telah memberikan porsi yang sangat besar untuk pengetahuan, tetapi melupakan pengembangan sikap/nilai dan perilaku dalam pembelajarannya. Dunia pendidikan sangat meremehkan mata pelajaran yang berkaitan dengan pembentukan karakter bangsa (Muslich, 2011). Untuk mengatasi permasalahan tersebut, nilai-nilai positif harus ditanamkan dalam rangka membangun bangsa agar bangsa Indonesia memiliki karakter yang positif dan mampu bersaing dengan negara lain di era globalisasi.
                        Tidak ada yang menolak pentingnya karakter. Siswa dengan karakter yang kuat pada akhirnya akan meningkatkan mutu pendidikan nasional. Pembangunan karakter adalah bagian penting dalam pembangunan peradaban bangsa.
                        Dari semua penjelasan di atas, perlu disepakati bahwa pendidikan karakter merupakan suatu pondasi bangsa yang sangat penting dan ditanamkan sejak dini. Dalam makalah ini akan dibahas hakikat pendidikan karakter, apa saja pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam pendidikan karakter, dan implementasi pendidikan karakter dalam dunia pendidikan.

Hakikat Pendidikan Karakter
                        Pendidikan adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat jadi beradab (Muslich, 2011). Pendidikan bukan bukan merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetapi sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai (enkulturasi dan sosialisasi). Anak harus mendapatkan pendidikan yang menyentuh dimensi dasar kemanusiaan. Dimensi dasar kemanusiaan meliputi (1) afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketaqwaan, akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian unggul; (2) kognitif yang tercermin pada kapasitas piker dan daya intelektialitas untuk menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; (3) psikomotor yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan teknis dan kompetensi kinestetis. Seperti yang telah disebutkan di atas, tujuan pendidikan  menurut KI Hajar Dewantara adalah untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan jasmani anak didik. Menurut Socrates  tujuan mendasar dari pendidikan adalah untuk membuat seseorang menjadi good and smart. Sedangkan menurut UU nomor 20 tahun 2003, pendidikan bertujuan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
            Secara etimologis, karakter berarti watak atau tabiat. Ada juga yang menyamakannya dengan kebiasaan. Selain itu ada yang mengaitkannya dengan keyakinan. Bahkan disamakan dengan akhlak. Pun Prof Suyanto dalam artikelnya di website departemen Pendidikan Nasional menyatakan bahwa karakter adalah cara berfikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas setiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat. Koesoema (2007:80) menyatakan bahwa karakter sama dengan kepribadian. kepribadian dianggap sebagai “ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil dan juga bawaan seseorang sejak kecil.
            Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan.
                        Seperti disampaikan disampaikan di atas bahwa pendidikan adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat jadi beradab. jadi, pendidikan merupakan sarana strategis dalam pembentukan karakter. Menurut Lickona, tiga komponen karakter yang baik meliputi moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral feeling (perasaan tentang moral) dan moral action (perbuatan moral). Tiga komponen tersebut diperlukan agar anak mampu memahami, merasakan, dan mengerjakan nilai-nilai kebajikan (Muslich:75).
                        Pendidikan karakter tidak dapat dilakukan tanpa penanaman nilai-nilai. Terdapat Sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu:
1. Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya
2. Kemandirian dan tanggung jawab
3. Kejujuran/amanah, diplomatis
4. Hormat dan santun
5. Dermawan suka tolong menolong dan gotong royong/kerjasama
6. percaya diri dan pekerja keras
7. kepemimpinan dan keadilan
8. baik dan rendah hati
9. Toleransi, kedamaian dan kesatuan.
                        Bangsa Indonesia menyepakati nilai-nilai yang diusung menjadi pandangan filosofis kehidupan bangsanya. Nilai-nilai ini selaras dengan nilai-nilai yang disebut sebagai lima pilar karakter.
1.      Transendensi, menyadari bahwa manusia merupakan ciptaan Tuhan yang maha Esa. Kesadaran ini juga berarti memahami keberadaan diri dan alam sekitar sehingga mampu memakmurkannya.
2.      Humanisasi, bahwa setiap manusia pada hakekatnya sama dimata Tuhan kecuali ilmu dan ketaqwaan yang membedakannya. Manusia diciptakan sebagai subjek yang memiliki potensi.
3.      Kebinekaan, kesadaran aka nada sekian banyak perbedaan di dunia. Akan tetapi, mampu mengambil kesamaan dan menumbuhkan kekuatan
4.      Liberasi, pembebasan atas penindasan sesama manusia. Oleh karena itu, tidak dibenarkan adanya penjajahan manusia atas manusia.
5.      Keadilan. Adil tidak berarti sama, tapi proporsional.
                        Dengan demikian, tujuan pendidikan karakter adalah untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu dan seimbang. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji serta menerapkan nilai-nilai karakter dan akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari. Di lembaga pendidikan, pendidikan karakter mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian dan symbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah.
            Di lingkungan sekolah, pendidikan karakter terpatri dalam kurikulum berkarakter atau “Kurikulum Holistik Berbasis Karakter” (Character-based Integrated Curriculum). Fungsi pendidikan budaya dan karakter bangsa yanga da dalam kurikulum berkarakter adalah:
  1. pengembangan: pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi pribadi berperilaku baik; ini bagi peserta didik yang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa;
  2. perbaikan: memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat; dan
  3. penyaring: untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.
Tujuan pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah:
  1. mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa;
  2. mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius;
  3. menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa;
  4. mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan
  5. mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).
            Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari sumber-sumber berikut ini.
  1. Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.
  2. Pancasila: negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara.
  3. Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota masyarakat itu. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.
  4. Tujuan Pendidikan Nasional: sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Pendidikan karakter dipahami sebagai upaya menanamkan kecerdasan dalam berpikir, penghayatan dalam bentuk sikap, dan pengalaman dalam bentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai luhur  yang menjadi jati dirinya. Penamaan pendidikan karakter tidak bisa hanya sekedar transfer ilmu pengetahuan atau melatih suatu keterampilan tertentu. Pendidikan karakter perlu proses, contoh teladan, pembiasaan atau pembudayaan dalam lingkungan peserta didik dalam lingkungan sekolah/madrasah, keluarga, lingkungan masyarakat, mapun lingkungan media massa.













Adapun nilai untuk pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai berikut ini.
No.
Nilai
Deskripsi
1
Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan  ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2
Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3
Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4
Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5
Kerja Keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6
Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7
Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8
Demokratis
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9
Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10
Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11
Cinta Tanah Air
Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12
Menghargai Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13
Bersahabat/Komuniktif
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14
Cinta Damai
Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15
Gemar Membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16
Peduli Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17
Peduli Sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18
Tanggung-jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

Pendekatan dalam Pendidikan karakter
                        Ada lima tipologi pendekatan yang sering digunakan oleh pakar pendidikan, yaitu:
1. pendekatan penanaman nilai (inculcation approach)
               Pendekatan penanaman nilai adalah suatu pendekatan yang memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai social dalam diri siswa. Menurut pendekatan ini, tujuan pendidikan nilai adalah diterimanya nilai-nilai social tertentu oleh siswa dan berubahnya nilai-nilai siswa yang tidak sesuai dengan nilai-nilai social yang diinginkan. Menurut pendekatan ini, metode yang digunakan dalam proses pembelajaran antara lain keteladanan, penguatan positif dan negative, simulasi, permainan peranan, dan lain-lain.
2. Pendekatan perkembangan moral kognitif (cognitive moral development approach)
                        Dikatakan pendekatan perkembangan kognitif karena karakteristiknya memberikan penekanan pada aspek kognitif dan perkembangannya. Pendekatan ini mendorong siswa untuk berfikir aktif tentang masalah-masalah moral dan dalam membuat keputusa-keputusan moral. Menurut pendekatan ini, perkembangan moral dilihat sebagai perkembangan tingkat berfikir dalam membuat pertimbangan moral, dari suatu tingkat yang lebih rendah menuju tingkat yang lebih tinggi.
3. Pendekatan analisis nilai (Values analysis approach)
                        Pendekatan analisis nilai memberikan penekanan pada perkembangan kemampuan siswa untuk berfikir logis, dengan cara menganalisis masalah yang berhubungan dengan nilai-nilai social. Pendekatan analisis nilai lebih menekankan pada pembahasan masalah-masalah yang memuat nilai-nilai social.
4. Pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach)
                        Pendekatan klarifikasi nilai member penekanan pada usaha membantu siswa dalam mengkaji perasaan dan perbuatannya sendiri, untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang nilai-nilai mereka sendiri. Menurut pendekatan ini, tujuan pendidikan karakter ada tiga; membantu siswa agar menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri serta nilai-nilai orang lain, membantu siswa agar mampu berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan orang lain, dan membantu siswa agar mampu menggunakan secara bersama-sama kemampuan berfikir rasional dan kesadaran emosional, mampu memahami perasaan, nilai-nilai, dan pola tingkah laku mereka sendiri.
5. Pendekatan pembelajaran berbuat (Action learning approach)
                        Pendekatan pembelajaran berbuat menekankan pada usaha memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan perbuatan-perbuatan moral, baik secara perseorangan maupun secara bersama-sama dalam suatu kelompok.

Implementasi Pendidikan Karakter
                        Pendidikan Karakter perlu dikembangkan di lembaga pendidikan, terutama sekolah. Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur,  jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan.
            Mencermati konsep dasar pendidikan, karakter yang dikembangkan Kemdiknas, tampaklah di sana empat dimensinya. Empat dimensi pendidikan karakter meliputi: olah pikir, olah hati, olah raga, dan oleh karsa.
1.      Olah Hati (Spiritual and emotional development). Olah hati bermuara pada pengelolaan spiritual dan emosional.
2.      Olah Pikir (intellectual development). Olah pikir bermuara pada pengelolaan intelektual.
3.      Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development). Olah raga bermuara pada pengelolaan fisik.
4.      Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development). Olah rasa bermuara pada pengelolaan kreativitas.
            Yang patut dicatat dalam empat dimensi ini adalah keterkaitan di antara mereka satu sama lain dilambangkan dengan empat lingkaran yang saling mengikat. Maknanya, karakter seorang individu dinyatakan lengkap jika keempat dimensi itu tumbuh dan berkembang dalam diri yang bersangkutan. Tidak sempurna pribadi seseorang jika hanya pintar saja (olah otak). Apa artinya jika kepandaian jika tidak memiliki sifat-sifat ketuhanan, kemanusiaan, dan kesosialan serta kewargaan. Karena itu perlu olah hati.
            Tentu saja, selain otak dan hatinya perlu berkembang, manusia juga perlu berkembang raga dan karsanya. Hal demikian agar ia dapat hadir di lingkungan sosialnya. Otak yang pintar dan hati yang lembut, belum sepenuhnya berguna jika belum memberikan kemanfaatan bagi sekitarnya.
            Sedangkan olah raga, diperlukan agar seseorang memiliki keterjagaan fisik. Dengan sehat secara fisik, maka ketiga potensi sebelumnya, otak, hati, dan rasa, dapat dimanfaatkan secara optimal. Bayangkan, jika seseorang yang pintar otaknya, lembut hatinya, banyak karsanya, namun sakit-sakitan maka ia tidak akan memberikan dampak yang maksimal bagi lingkungannya.
                        Pengembangan pendidikan karakter  menggunakan kurikulum berkarakter atau “Kurikulum Holistik Berbasis Karakter” (Character-based Integrated Curriculum). Kurikulum ini merupakan kurikulum terpadu yang menyentuh semua aspek kebutuhan anak. Sebuah kurikulum yang terkait, tidak terkotak-kotak dan dapat merefleksikan dimensi, keterampilan, dengan menampilkan tema-tema yang menarik dan kontekstual.
                        Pembelajaran holistik berlandaskan pada pendekatan inquiry, dimana anak dilibatkan dalam merencanakan, bereksplorasi dan berbagi gagasan. Anak-anak didorong untuk berkolaborasi bersama teman-temannya dan belajar dengan “cara” mereka sendiri. Anak-anak diberdayakan sebagai si pembelajar dan mampu mengejar kebutuhan belajar mereka melalui tema-tema yang dirancang. Sebuah pembelajaran yang holistik hanya dapat dilakukan dengan baik apabila pembelajaran yang akan dilakukan alami, natural, nyata, dekat dengan diri anak, dan guru-guru yang melaksanakannya memiliki pemahaman konsep pembelajaran terpadu dengan baik. Selain itu juga dibutuhkan kreativitas dan bahan-bahan atau sumber yang kaya serta pengalaman guru dalam berlatih membuat model-model yang tematis juga sangat menentukan kebermaknaan pembelajaran.
                        Tujuan model pendidikan holistik berbasis karakter adalah membentuk manusia secara utuh (holistik) yang berkarakter, yaitu mengembangkan aspek fisik, emosi, sosial, kreativitas, spiritual dan intelektual siswa secara optimal. Selain itu untuk membentuk manusia yang lifelong learners (pembelajar sejati) bisa dilakukan dengan beberapa langkah sebagaimana uraian berikut.
1.      Menerapkan metode belajar yang melibatkan partisipasi aktif murid, yaitu metode yang dapat meningkatkan motivasi murid karena seluruh dimensi manusia terlibat secara aktif dengan diberikan materi pelajaran yang konkrit, bermakna, serta relevan dalam konteks kehidupannya (student active learning, contextual learning, inquiry-based learning, integrated learning).
2.      Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif (conducive learning community) sehingga anak dapat belajar dengan efektif di dalam suasana yang memberikan rasa aman, penghargaan, tanpa ancaman, dan memberikan semangat.
3.      Memberikan pendidikan karakter secara eksplisit, sistematis, dan berkesinambungan dengan melibatkan aspek knowing the good, loving the good, and acting the good.
4.      Metode pengajaran yang memperhatikan keunikan masing-masing anak, yaitu menerapkan kurikulum yang melibatkan juga 9 aspek kecerdasan manusia.
5.      Seluruh pendekatan di atas menerapkan prinsip-prinsip.
                        Penerapan pendidikan karakter dapat dilakukan dengan berbagai strategi pengintegrasian. Strategi yang dapat dilakukan adalah pengintegrasian dalam kehidupan sehari-hari dan  pengintegrasian dalam kegiatan yang diprogramkan.
1. Pengintegrasian dalam kehidupan sehari-hari dapat dilakukan melalui cara berikut.
a. Keteladanan/contoh
                        Kegiatan ini bisa dilakukan oleh pengawas, kepala sekolah, staf administrasi di sekolah yang dapat dijadikan model bagi peserta didik.



b. Kegiatan spontan
                        Kegiatan spontan adalah kegiatan yang dilaksanakan secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada saat guru mengetahui sikap/tingkah laku peserta didik yang kurang baik.
c. Teguran
                        Guru perlu menegur peserta didik yang melakukan perilaku buruk dan mengingatkannya agar mengamalkan nilai-nilai yang baik sehingga guru dapat membantu mengubah tingkah laku mereka.
d. Pengkondisian lingkungan
                        Suasana sekolah dikondisikan sedemikian rupa dengan penyediaan sarana fisik. Contoh: penyediaan tempat sampah, jam dinding, slogan-slogan mengenai budi pekerti, aturan/tata tertib sekolah yang ditempelkan pada tempat yang strategis sehingga setiap peserta didik mudah membacanya.
e. kegiatan rutin
                        Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus-menerus dan setiap saat. Contoh kegiatan ini adalah berdoa sebelum dan sesudah kegiatan, mengucapkan salam bila bertemu dengan orang lain, membersihkan kelas/belajar.













2. Pengintegrasian dalam kegiatan yang diprogramkan.
                        Strategi ini dilaksanakan setelah terlebih dahulu dibuat perencanaan atas nilai-nilai yang akan diintegrasikan dalam kegiatan tertentu. Contohnya dapat dilihat dalam tabel berikut.
Nilai yang akan diintegrasikan
Kegiatan sasaran integrasi
Taat kepada ajaran agama
Diintegrasikan pada kegiatan peringatan hari-hari besar
Toleransi
Diintegrasikan pada saat kegiatan yang menggunakan metode tanya jawab, diskusi kelompok
Disiplin
Diintegrasikan pada saat kegiatan olahraga, upacara bendera, dan menyelesaikan tugas yang diberikan guru
Tanggung jawab
Diintegrasikan pada saat tugas piket kelas dan dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru
Kasih sayang
Diintegrasikan pada saat melakukan kegiatan social dan kegiatan melestarikan lingkungan
Gotong royong
Diintegrasikan pada saat kegiatan berdiskusi/bercerita tentang gotong royong, menyelesaikan tugas-tugas keterampilan
Kesetiakawanan
Diintegrasikan pada saat kegiatan bercerita /diskusi misalnya mengenai kegiatan koperasi, pemberian sumbangan
Hormat-menghormati
Diintegrasikan pada saat menyanyikan lagu tentang hormat menghormati, saat kegiatan bermain drama
Sopan santun
Diintegrasikan pada kegiatan bermain drama, melatih membuat surat
jujur
Diintegrasikan pada saat melakukan percobaan, menghitung, bermain, bertanding
           
            Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.
            Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Melalui program ini diharapkan setiap lulusan memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkarakter mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus memiliki kepribadian yang baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia. Pada tataran yang lebih luas, pendidikan karakter nantinya diharapkan menjadi budaya sekolah.
            Pendidikan karakter di sekolah sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah. Pada tataran sekolah, kriteria pencapaian pendidikan karakter adalah terbentuknya budaya sekolah. Budaya sekolah yang dimaksud yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah dan masyarakat sekitar sekolah.
            Sebagai penutup, dikutip kata-kata mantan presiden AS, Theodore Roosevelt bahwa: “To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society” (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat).
            Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan.
            Ada lima tipologi pendekatan yang sering digunakan oleh pakar pendidikan, yaitu pendekatan penanaman nilai (inculcation approach), pendekatan perkembangan moral kognitif (cognitive moral development approach), pendekatan analisis nilai (Values analysis approach), pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach) dan pendekatan pembelajaran berbuat (Action learning approach).
            Pengembangan pendidikan karakter  menggunakan kurikulum berkarakter atau “Kurikulum Holistik Berbasis Karakter” (Character-based Integrated Curriculum). Kurikulum ini merupakan kurikulum terpadu yang menyentuh semua aspek kebutuhan anak. Sebuah kurikulum yang terkait, tidak terkotak-kotak dan dapat merefleksikan dimensi, keterampilan, dengan menampilkan tema-tema yang menarik dan kontekstual. Integrasi dan atau implementasi pendidikan karakter bias dilakukan dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kegiatan-kegiatan yang telah diporgamkan.

DAFTAR PUSTAKA

Koesoema A, Doni. 2007. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di                                    Zaman Global. Jakarta: PT Grasindo
Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan karakter: Menjawab Tantangan Krisis                                      Multimensional. Jakarta: Bumi Aksara
Prasetyo, Agus., Rivasintha, Musti. 2012. Konsep, Urgensi dan Implementasi                                 Pendidikan Karakter di Sekolah.               http://edukasi.kompasiana.com/2011/05/27/konsep-urgensi-dan        implementasi-pendidikan-karakter-di-sekolah/
Suyanto, 2012. Urgensi Pendidikan Karakter.             http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/web/pages/urgensi.html



Tidak ada komentar: