PENDIDIKAN KARAKTER :
PENDEKATAN DAN IMPLEMENTASI
Uswatun Fadliah
Uswatunfadliah@ymail.com
Pendidikan
adalah upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek)
dan jasmani anak didik. Begitulah yang dikatakan salah satu tokoh pendidikan
Indonesia, Ki Hajar Dewantara. Sedangkan Socrates menyebutkan bahwa tujuan mendasar dari pendidikan adalah untuk
membuat seseorang menjadi good and smart.
Manusia yang terdidik seharusnya menjadi orang yang bijak, yaitu yang dapat
menggunakan ilmunya untuk hal-hal yang baik dan dapat hidup secara bijak dalam
segala aspek kehidupan. Karenanya, sebuah sistem pendidikan yang berhasil
adalah yang dapat membentuk manusia-manusia berkarakter (Muslich, 2011).
Senada
dengan para tokoh di atas, UU Sistem Pendidikan Nasional pun merumuskan apa itu
pendidikan. menurut UU nomor 20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Pertanyaan
yang timbul adalah, sudah berhasilkah pendidikan di Indonesia? Hasil survey
PERC (Political and Economic Risk
Consultancy) menyebutkan bahwa dari 12 negara yang disurvey, system
pendidikan di Indonesia menempati posisi terburuk di kawasan Asia. laporan UNDP
(United Nations Development Program)
menyatakan bahwa Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia pun tetap terpuruk.
Tahun 2010 Indonesia menempati urutan 108, sedangkan tahun 2011 IPM Indonesia
berada pada urutan ke 124 dari 187 negara (kompas.com, 12 April 2012).
Fenomena-fenomena
yang terjadi di masyarakatpun cukup membuat miris. Mulai dari tawuran antar
pelajar dan mahasiswa, perilaku seks bebas, menurunnya tata karma, etika dan
moral di kalangan siswa, hingga aksi bunuh diri merupakan fenomena yang membuat
masyakarat Indonesia pantas prihatin.
Dikutip
dalam sebuah testimoni dari berbagai sumber yang dimuat di www.balipost.com,
disebutkan bahwa dunia pendidikan telah melupakan tujuan utama pendidikan,
yaitu mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan secara simultan dan
seimbang. Dunia pendidikan kita telah memberikan porsi yang sangat besar untuk
pengetahuan, tetapi melupakan pengembangan sikap/nilai dan perilaku dalam
pembelajarannya. Dunia pendidikan sangat meremehkan mata pelajaran yang
berkaitan dengan pembentukan karakter bangsa (Muslich, 2011). Untuk mengatasi
permasalahan tersebut, nilai-nilai positif harus ditanamkan dalam rangka
membangun bangsa agar bangsa Indonesia memiliki karakter yang positif dan mampu
bersaing dengan negara lain di era globalisasi.
Tidak
ada yang menolak pentingnya karakter. Siswa dengan karakter yang kuat pada
akhirnya akan meningkatkan mutu pendidikan nasional. Pembangunan karakter
adalah bagian penting dalam pembangunan peradaban bangsa.
Dari
semua penjelasan di atas, perlu disepakati bahwa pendidikan karakter merupakan
suatu pondasi bangsa yang sangat penting dan ditanamkan sejak dini. Dalam
makalah ini akan dibahas hakikat pendidikan karakter, apa saja
pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam pendidikan karakter, dan implementasi
pendidikan karakter dalam dunia pendidikan.
Hakikat Pendidikan
Karakter
Pendidikan
adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat
sehingga membuat orang dan masyarakat jadi beradab (Muslich, 2011). Pendidikan
bukan bukan merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetapi sebagai
sarana pembudayaan dan penyaluran nilai (enkulturasi dan sosialisasi). Anak
harus mendapatkan pendidikan yang menyentuh dimensi dasar kemanusiaan. Dimensi
dasar kemanusiaan meliputi (1) afektif yang tercermin pada kualitas keimanan,
ketaqwaan, akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian unggul;
(2) kognitif yang tercermin pada kapasitas piker dan daya intelektialitas untuk
menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; (3)
psikomotor yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis,
kecakapan teknis dan kompetensi kinestetis. Seperti yang telah disebutkan di
atas, tujuan pendidikan menurut KI Hajar
Dewantara adalah untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin, karakter),
pikiran (intelek) dan jasmani anak didik. Menurut Socrates tujuan mendasar dari pendidikan adalah untuk
membuat seseorang menjadi good and smart.
Sedangkan menurut UU nomor 20 tahun 2003, pendidikan bertujuan untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya dan masyarakat.
Secara etimologis, karakter berarti
watak atau tabiat. Ada juga yang menyamakannya dengan kebiasaan. Selain itu ada
yang mengaitkannya dengan keyakinan. Bahkan disamakan dengan akhlak. Pun Prof
Suyanto dalam artikelnya di website departemen Pendidikan Nasional menyatakan
bahwa karakter adalah cara berfikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas
setiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkungan keluarga,
masyarakat, bangsa dan Negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu
yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari
keputusan yang ia buat. Koesoema (2007:80) menyatakan bahwa karakter sama
dengan kepribadian. kepribadian dianggap sebagai “ciri atau karakteristik atau
gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan
yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil dan juga
bawaan seseorang sejak kecil.
Pendidikan karakter adalah
suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter yang meliputi komponen pengetahuan,
kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut,
baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan,
maupun kebangsaan.
Seperti
disampaikan disampaikan di atas bahwa pendidikan adalah proses internalisasi
budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan
masyarakat jadi beradab. jadi, pendidikan merupakan sarana strategis dalam
pembentukan karakter. Menurut Lickona, tiga komponen karakter yang baik
meliputi moral knowing (pengetahuan
tentang moral), moral feeling
(perasaan tentang moral) dan moral action
(perbuatan moral). Tiga komponen tersebut diperlukan agar anak mampu memahami,
merasakan, dan mengerjakan nilai-nilai kebajikan (Muslich:75).
Pendidikan
karakter tidak dapat dilakukan tanpa penanaman nilai-nilai. Terdapat Sembilan
pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu:
1.
Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya
2.
Kemandirian dan tanggung jawab
3.
Kejujuran/amanah, diplomatis
4.
Hormat dan santun
5.
Dermawan suka tolong menolong dan gotong royong/kerjasama
6.
percaya diri dan pekerja keras
7.
kepemimpinan dan keadilan
8.
baik dan rendah hati
9.
Toleransi, kedamaian dan kesatuan.
Bangsa
Indonesia menyepakati nilai-nilai yang diusung menjadi pandangan filosofis
kehidupan bangsanya. Nilai-nilai ini selaras dengan nilai-nilai yang disebut
sebagai lima pilar karakter.
1. Transendensi,
menyadari bahwa manusia merupakan ciptaan Tuhan yang maha Esa. Kesadaran ini
juga berarti memahami keberadaan diri dan alam sekitar sehingga mampu
memakmurkannya.
2. Humanisasi,
bahwa setiap manusia pada hakekatnya sama dimata Tuhan kecuali ilmu dan
ketaqwaan yang membedakannya. Manusia diciptakan sebagai subjek yang memiliki
potensi.
3. Kebinekaan,
kesadaran aka nada sekian banyak perbedaan di dunia. Akan tetapi, mampu
mengambil kesamaan dan menumbuhkan kekuatan
4. Liberasi,
pembebasan atas penindasan sesama manusia. Oleh karena itu, tidak dibenarkan
adanya penjajahan manusia atas manusia.
5. Keadilan.
Adil tidak berarti sama, tapi proporsional.
Dengan
demikian, tujuan pendidikan karakter adalah untuk meningkatkan mutu
penyelenggaraan dan hasil pendidikan yang mengarah pada pencapaian pembentukan
karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu dan seimbang.
Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri
meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji serta menerapkan
nilai-nilai karakter dan akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari. Di lembaga
pendidikan, pendidikan karakter mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu
nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian dan
symbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah.
Di lingkungan sekolah, pendidikan
karakter terpatri dalam kurikulum berkarakter atau
“Kurikulum Holistik Berbasis Karakter” (Character-based Integrated
Curriculum).
Fungsi pendidikan budaya dan karakter bangsa yanga da dalam kurikulum
berkarakter adalah:
- pengembangan: pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi pribadi berperilaku baik; ini bagi peserta didik yang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa;
- perbaikan: memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat; dan
- penyaring: untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.
Tujuan
pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah:
- mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa;
- mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius;
- menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa;
- mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan
- mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam
pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari sumber-sumber berikut
ini.
- Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.
- Pancasila: negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara.
- Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota masyarakat itu. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.
- Tujuan Pendidikan Nasional: sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Pendidikan
karakter dipahami sebagai upaya menanamkan kecerdasan dalam berpikir,
penghayatan dalam bentuk sikap, dan pengalaman dalam bentuk perilaku yang
sesuai dengan nilai-nilai luhur yang
menjadi jati dirinya. Penamaan pendidikan karakter tidak bisa hanya sekedar transfer
ilmu pengetahuan atau melatih suatu keterampilan tertentu. Pendidikan karakter
perlu proses, contoh teladan, pembiasaan atau pembudayaan dalam lingkungan
peserta didik dalam lingkungan sekolah/madrasah, keluarga, lingkungan
masyarakat, mapun lingkungan media massa.
Adapun
nilai untuk pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai berikut ini.
No.
|
Nilai
|
Deskripsi
|
1
|
Religius
|
Sikap
dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya,
toleran terhadap pelaksanaan ibadah
agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
|
2
|
Jujur
|
Perilaku
yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat
dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
|
3
|
Toleransi
|
Sikap
dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap,
dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
|
4
|
Disiplin
|
Tindakan
yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan
peraturan.
|
5
|
Kerja
Keras
|
Perilaku
yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan
belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
|
6
|
Kreatif
|
Berpikir
dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu
yang telah dimiliki.
|
7
|
Mandiri
|
Sikap
dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan
tugas-tugas.
|
8
|
Demokratis
|
Cara
berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya
dan orang lain.
|
9
|
Rasa
Ingin Tahu
|
Sikap
dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas
dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
|
10
|
Semangat
Kebangsaan
|
Cara
berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan
negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
|
11
|
Cinta
Tanah Air
|
Cara
berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan
penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, dan politik bangsa.
|
12
|
Menghargai
Prestasi
|
Sikap
dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna
bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
|
13
|
Bersahabat/Komuniktif
|
Tindakan
yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan
orang lain.
|
14
|
Cinta
Damai
|
Sikap,
perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman
atas kehadiran dirinya.
|
15
|
Gemar
Membaca
|
Kebiasaan
menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan
bagi dirinya.
|
16
|
Peduli
Lingkungan
|
Sikap
dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di
sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam
yang sudah terjadi.
|
17
|
Peduli
Sosial
|
Sikap
dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat
yang membutuhkan.
|
18
|
Tanggung-jawab
|
Sikap
dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang
seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,
sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
|
Pendekatan dalam
Pendidikan karakter
Ada
lima tipologi pendekatan yang sering digunakan oleh pakar pendidikan, yaitu:
1.
pendekatan penanaman nilai (inculcation
approach)
Pendekatan
penanaman nilai adalah suatu pendekatan yang memberi penekanan pada penanaman
nilai-nilai social dalam diri siswa. Menurut pendekatan ini, tujuan pendidikan
nilai adalah diterimanya nilai-nilai social tertentu oleh siswa dan berubahnya
nilai-nilai siswa yang tidak sesuai dengan nilai-nilai social yang diinginkan.
Menurut pendekatan ini, metode yang digunakan dalam proses pembelajaran antara
lain keteladanan, penguatan positif dan negative, simulasi, permainan peranan,
dan lain-lain.
2.
Pendekatan perkembangan moral kognitif (cognitive
moral development approach)
Dikatakan
pendekatan perkembangan kognitif karena karakteristiknya memberikan penekanan
pada aspek kognitif dan perkembangannya. Pendekatan ini mendorong siswa untuk
berfikir aktif tentang masalah-masalah moral dan dalam membuat
keputusa-keputusan moral. Menurut pendekatan ini, perkembangan moral dilihat sebagai
perkembangan tingkat berfikir dalam membuat pertimbangan moral, dari suatu
tingkat yang lebih rendah menuju tingkat yang lebih tinggi.
3.
Pendekatan analisis nilai (Values
analysis approach)
Pendekatan
analisis nilai memberikan penekanan pada perkembangan kemampuan siswa untuk
berfikir logis, dengan cara menganalisis masalah yang berhubungan dengan
nilai-nilai social. Pendekatan analisis nilai lebih menekankan pada pembahasan
masalah-masalah yang memuat nilai-nilai social.
4.
Pendekatan klarifikasi nilai (values
clarification approach)
Pendekatan
klarifikasi nilai member penekanan pada usaha membantu siswa dalam mengkaji
perasaan dan perbuatannya sendiri, untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang
nilai-nilai mereka sendiri. Menurut pendekatan ini, tujuan pendidikan karakter
ada tiga; membantu siswa agar menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai mereka
sendiri serta nilai-nilai orang lain, membantu siswa agar mampu berkomunikasi
secara terbuka dan jujur dengan orang lain, dan membantu siswa agar mampu
menggunakan secara bersama-sama kemampuan berfikir rasional dan kesadaran
emosional, mampu memahami perasaan, nilai-nilai, dan pola tingkah laku mereka
sendiri.
5.
Pendekatan pembelajaran berbuat (Action
learning approach)
Pendekatan pembelajaran
berbuat menekankan pada usaha memberikan kesempatan kepada siswa untuk
melakukan perbuatan-perbuatan moral, baik secara perseorangan maupun secara
bersama-sama dalam suatu kelompok.
Implementasi Pendidikan
Karakter
Pendidikan
Karakter perlu dikembangkan di lembaga pendidikan, terutama sekolah. Sebagai
upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian
Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk
setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design
menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan,
pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan.
Mencermati konsep dasar pendidikan,
karakter yang dikembangkan Kemdiknas, tampaklah di sana empat dimensinya. Empat
dimensi pendidikan karakter meliputi: olah pikir, olah hati, olah raga, dan
oleh karsa.
1. Olah Hati (Spiritual
and emotional development). Olah hati
bermuara pada pengelolaan spiritual dan emosional.
2. Olah Pikir (intellectual
development). Olah pikir bermuara pada pengelolaan
intelektual.
3. Olah Raga
dan Kinestetik (Physical and kinestetic development). Olah raga bermuara
pada pengelolaan fisik.
4. Olah Rasa
dan Karsa (Affective and Creativity development). Olah rasa bermuara
pada pengelolaan kreativitas.
Yang patut dicatat dalam empat
dimensi ini adalah keterkaitan di antara mereka satu sama lain dilambangkan
dengan empat lingkaran yang saling mengikat. Maknanya, karakter seorang
individu dinyatakan lengkap jika keempat dimensi itu tumbuh dan berkembang
dalam diri yang bersangkutan. Tidak sempurna pribadi seseorang jika hanya
pintar saja (olah otak). Apa artinya jika kepandaian jika tidak memiliki
sifat-sifat ketuhanan, kemanusiaan, dan kesosialan serta kewargaan. Karena itu
perlu olah hati.
Tentu saja, selain otak dan hatinya
perlu berkembang, manusia juga perlu berkembang raga dan karsanya. Hal demikian
agar ia dapat hadir di lingkungan sosialnya. Otak yang pintar dan hati yang
lembut, belum sepenuhnya berguna jika belum memberikan kemanfaatan bagi
sekitarnya.
Sedangkan olah raga, diperlukan agar
seseorang memiliki keterjagaan fisik. Dengan sehat secara fisik, maka ketiga
potensi sebelumnya, otak, hati, dan rasa, dapat dimanfaatkan secara optimal.
Bayangkan, jika seseorang yang pintar otaknya, lembut hatinya, banyak karsanya,
namun sakit-sakitan maka ia tidak akan memberikan dampak yang maksimal bagi
lingkungannya.
Pengembangan pendidikan karakter menggunakan kurikulum berkarakter atau
“Kurikulum Holistik Berbasis Karakter” (Character-based Integrated
Curriculum). Kurikulum ini merupakan kurikulum terpadu yang
menyentuh semua aspek kebutuhan anak. Sebuah kurikulum yang terkait, tidak
terkotak-kotak dan dapat merefleksikan dimensi, keterampilan, dengan
menampilkan tema-tema yang menarik dan kontekstual.
Pembelajaran
holistik berlandaskan pada pendekatan inquiry, dimana anak
dilibatkan dalam merencanakan, bereksplorasi dan berbagi gagasan. Anak-anak
didorong untuk berkolaborasi bersama teman-temannya dan belajar dengan “cara”
mereka sendiri. Anak-anak diberdayakan sebagai si pembelajar dan mampu mengejar
kebutuhan belajar mereka melalui tema-tema yang dirancang. Sebuah pembelajaran
yang holistik hanya dapat dilakukan dengan baik apabila pembelajaran yang akan
dilakukan alami, natural, nyata, dekat dengan
diri anak, dan guru-guru yang melaksanakannya memiliki pemahaman konsep
pembelajaran terpadu dengan baik. Selain itu juga dibutuhkan kreativitas dan
bahan-bahan atau sumber yang kaya serta pengalaman guru dalam berlatih membuat
model-model yang tematis juga sangat menentukan kebermaknaan pembelajaran.
Tujuan model
pendidikan holistik berbasis karakter adalah membentuk
manusia secara utuh (holistik) yang berkarakter, yaitu mengembangkan aspek
fisik, emosi, sosial, kreativitas, spiritual dan intelektual siswa secara
optimal. Selain itu untuk membentuk manusia yang lifelong learners
(pembelajar sejati) bisa dilakukan dengan beberapa langkah sebagaimana
uraian berikut.
1. Menerapkan metode belajar yang
melibatkan partisipasi aktif murid, yaitu metode yang dapat meningkatkan
motivasi murid karena seluruh dimensi manusia terlibat secara aktif dengan
diberikan materi pelajaran yang konkrit, bermakna, serta relevan dalam konteks
kehidupannya (student active learning, contextual learning, inquiry-based
learning, integrated learning).
2. Menciptakan lingkungan belajar yang
kondusif (conducive learning community) sehingga anak dapat belajar
dengan efektif di dalam suasana yang memberikan rasa aman, penghargaan, tanpa ancaman,
dan memberikan semangat.
3. Memberikan pendidikan karakter
secara eksplisit, sistematis, dan berkesinambungan dengan melibatkan
aspek knowing the good, loving the good, and acting the good.
4. Metode pengajaran yang memperhatikan
keunikan masing-masing anak, yaitu menerapkan kurikulum yang melibatkan juga 9
aspek kecerdasan manusia.
5. Seluruh pendekatan di atas
menerapkan prinsip-prinsip.
Penerapan pendidikan karakter dapat
dilakukan dengan berbagai strategi pengintegrasian. Strategi yang dapat
dilakukan adalah pengintegrasian dalam kehidupan sehari-hari dan pengintegrasian dalam kegiatan yang
diprogramkan.
1. Pengintegrasian dalam kehidupan
sehari-hari dapat dilakukan melalui cara berikut.
a. Keteladanan/contoh
Kegiatan
ini bisa dilakukan oleh pengawas, kepala sekolah, staf administrasi di sekolah
yang dapat dijadikan model bagi peserta didik.
b. Kegiatan spontan
Kegiatan
spontan adalah kegiatan yang dilaksanakan secara spontan pada saat itu juga.
Kegiatan ini biasanya dilakukan pada saat guru mengetahui sikap/tingkah laku
peserta didik yang kurang baik.
c. Teguran
Guru
perlu menegur peserta didik yang melakukan perilaku buruk dan mengingatkannya
agar mengamalkan nilai-nilai yang baik sehingga guru dapat membantu mengubah
tingkah laku mereka.
d. Pengkondisian lingkungan
Suasana
sekolah dikondisikan sedemikian rupa dengan penyediaan sarana fisik. Contoh:
penyediaan tempat sampah, jam dinding, slogan-slogan mengenai budi pekerti,
aturan/tata tertib sekolah yang ditempelkan pada tempat yang strategis sehingga
setiap peserta didik mudah membacanya.
e. kegiatan rutin
Kegiatan rutin merupakan kegiatan
yang dilakukan peserta didik secara terus-menerus dan setiap saat. Contoh
kegiatan ini adalah berdoa sebelum dan sesudah kegiatan, mengucapkan salam bila
bertemu dengan orang lain, membersihkan kelas/belajar.
2. Pengintegrasian dalam kegiatan
yang diprogramkan.
Strategi ini dilaksanakan setelah
terlebih dahulu dibuat perencanaan atas nilai-nilai yang akan diintegrasikan
dalam kegiatan tertentu. Contohnya dapat dilihat dalam tabel berikut.
Nilai
yang akan diintegrasikan
|
Kegiatan
sasaran integrasi
|
Taat kepada ajaran agama
|
Diintegrasikan pada kegiatan peringatan hari-hari besar
|
Toleransi
|
Diintegrasikan pada saat kegiatan yang menggunakan metode
tanya jawab, diskusi kelompok
|
Disiplin
|
Diintegrasikan pada saat kegiatan olahraga, upacara
bendera, dan menyelesaikan tugas yang diberikan guru
|
Tanggung jawab
|
Diintegrasikan pada saat tugas piket kelas dan dalam
menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru
|
Kasih sayang
|
Diintegrasikan pada saat melakukan kegiatan social dan
kegiatan melestarikan lingkungan
|
Gotong royong
|
Diintegrasikan pada saat kegiatan berdiskusi/bercerita tentang
gotong royong, menyelesaikan tugas-tugas keterampilan
|
Kesetiakawanan
|
Diintegrasikan pada saat kegiatan bercerita /diskusi
misalnya mengenai kegiatan koperasi, pemberian sumbangan
|
Hormat-menghormati
|
Diintegrasikan pada saat menyanyikan lagu tentang hormat
menghormati, saat kegiatan bermain drama
|
Sopan santun
|
Diintegrasikan pada kegiatan bermain drama, melatih
membuat surat
|
jujur
|
Diintegrasikan pada saat melakukan percobaan, menghitung,
bermain, bertanding
|
Pendidikan karakter dapat
diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi
pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata
pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks
kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pembelajaran nilai-nilai karakter tidak
hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi dan pengamalan
nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.
Pendidikan
karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan
di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia
peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi
lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara
mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi
serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud
dalam perilaku sehari-hari. Melalui program ini diharapkan setiap lulusan
memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
berkarakter mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus
memiliki kepribadian yang baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia. Pada
tataran yang lebih luas, pendidikan karakter nantinya diharapkan menjadi budaya
sekolah.
Pendidikan
karakter di sekolah sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah.
Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan,
dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah
secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang
perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan
tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian manajemen
sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah.
Pada tataran sekolah, kriteria pencapaian pendidikan karakter adalah
terbentuknya budaya sekolah. Budaya sekolah yang dimaksud yaitu
perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan
oleh semua warga sekolah dan masyarakat sekitar sekolah.
Sebagai penutup, dikutip kata-kata
mantan presiden AS, Theodore Roosevelt bahwa: “To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to
society” (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek
moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat).
Dari penjelasan diatas
dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah
suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter yang meliputi komponen pengetahuan,
kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut,
baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan,
maupun kebangsaan.
Ada lima tipologi pendekatan yang
sering digunakan oleh pakar pendidikan, yaitu pendekatan penanaman nilai (inculcation approach), pendekatan
perkembangan moral kognitif (cognitive
moral development approach), pendekatan analisis nilai (Values analysis approach), pendekatan
klarifikasi nilai (values clarification
approach) dan pendekatan pembelajaran berbuat (Action learning approach).
Pengembangan
pendidikan karakter menggunakan
kurikulum berkarakter atau “Kurikulum Holistik Berbasis Karakter” (Character-based
Integrated Curriculum). Kurikulum ini merupakan kurikulum terpadu yang
menyentuh semua aspek kebutuhan anak. Sebuah kurikulum yang terkait, tidak
terkotak-kotak dan dapat merefleksikan dimensi, keterampilan, dengan
menampilkan tema-tema yang menarik dan kontekstual. Integrasi dan atau
implementasi pendidikan karakter bias dilakukan dalam kehidupan sehari-hari
maupun dalam kegiatan-kegiatan yang telah diporgamkan.
DAFTAR PUSTAKA
Koesoema A, Doni. 2007. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global.
Jakarta: PT Grasindo
Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan karakter: Menjawab Tantangan
Krisis Multimensional.
Jakarta: Bumi Aksara
Prasetyo, Agus., Rivasintha, Musti. 2012. Konsep, Urgensi dan Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah. http://edukasi.kompasiana.com/2011/05/27/konsep-urgensi-dan implementasi-pendidikan-karakter-di-sekolah/
Suyanto, 2012. Urgensi Pendidikan Karakter. http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/web/pages/urgensi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar